Perkembangan terbaru adalah ultrasonic scanner yang pertamakali di pakai di Le Max Pro. Qualcomm dan teknologi Sense ID miliknya berada di balik pengembangan ponsel ini. Teknologi ini merupakan penyempurnaan dari teknologi optical fingerprint scanner dan capacitive scanner yang sudah dibahas di bagian pertama artikel ini.
Perangkat kerasnya terdiri dari pemancar dan penerima gelmbang ultrasonic. Denyutan gelombang ultrasonic dilepaskan pemancar ke permukaan jari yang ditempelkan di pemindai. Karena bentuk permukaan jari yang berbukit dan lembah, sebagian gelombang itu akan diserap, dan sebagian dipantulkan. Pola yang dihasilkan itu kemudian ditangkap penerima gelombang ultrasonic.
Penerimanya bukan microphone tetap sensor yang bisa mendeteksi stress mekanis yang dipakai untuk menghitung intensitas pulsa ultrasonic yang kembali ke titik yang berbeda di scanner. Pemindaian dalam waktu lama memungkinkan data yang lebih kaya sehingga dihasikan reproduksi data 3D. Dengan data sidik jari 3D, sensor ini lebih aman dari capacitive scanner.
Kebanyakan scanner sidik jari secara hardware mirip-mirip. Tambahan komponen dan software menjadi pembeda utama yang menentukan bagaiman perangkat ini bekerja dan fitur-fitur yang ditawarkan pada konsumen.
Untuk menemani scanner fisik, disiapkan IC khusus yang memiliki kemampuan untuk memahami dan menterjemahkan data hasil scanner dan mengirimkannya dalam bentuk yang bisa dipahami oleh prosesor utama ponsel. Masing-masing perusahaan menggunakan algoritmanya sendiri-sendiri. Meskipun tidak banyak berbeda. Perbedaan itu menghasilkan keragaman dalam kecepatan dan akurasi pengenalan sidik jari.
Pada dasarnya algoritam ini mencari dimana titik akhir dari jalur-jalur punggungan atau lembah pada sidik jari. Atau titik dimana punggungan terbelah dua. Titik-titik semacam itu disebut minutiae, yang membedakan secara presisi bentuk sidik jari. Jika yang dipindai memiliki banyak kesamaan minutiae, maka sistem akan berkesimpulan sidik jari ini sama atau cocok. Jadi sistem ini tidak membandingkan seluruh sidik jari setiap kali, tapi lebih mencocokan minutiae. Strategi ini lebih efisien dalam penggunaan energy prosesor dan mengurangi resiko kesalahan baca jika permukaan sidik jari tercoreng atau hanya sebagian sidik jari yang terpindai.
Tentu saja informasi sidik jarii tu harus tersimpan aman di perangkat. Data ini tidak disimpan secara online tapi dsimpan secara fisik di dalam ponsel. Prosesor ARM menyimpan informasi ini secara aman dalam chip menggunakan Trusted Execution Environment (TEE) yang dikembangkan berdasarkan teknologi TrustZone. Area aman ini juga dipakai untuk proses-proses kriptografis dan untuk berkomunikasi langsung dengan platform keamanan lainnya seperti fingerprint scanner, untuk mencegah software pengintai.
Penggunaan fingerprint scanner menjadi alternatif yang cukup aman daripada menghafalkan sekian banyak user-name dan password yang harus diganti secara regular. Di masa depan dengan semakin banyak layanan mobile payment, penggunaan fingerprint scanner akan semakin meluas dan semakin dibutuhkan untuk keamanan transaksi.
http://www.mobilku.com/?p=1002&id=14986