Apa yang dilakukan ahli-ahli di University of Illinois ini bisa menjawab dua masalah global sekaligus. Yang pertama menyediakan penyimpan energy yang lebih terjangkau dari Lithium-ion (Li-ion), kedua menyediakan air tawar dari air laut. Seperti peribahasa, sekali mendayung dua pulau terlampaui.
Para ahli itu sedang menyiapkan desain baterai baru untuk menggantikan Li-Ion di masa depan. Baterai Li-Ion cukup baik untuk menyimpan dan melepas energy listrik untuk gadget hingga mobil. Persoalannya, jumlah Lithium di dunia ini terbatas. Karena itu para ahli mencari material yang lebih berlimpah. Alternatifnya adalah sodium yang jumlahnya melimpah. Sekitar 2,6 persen dari seluruh komponen penyusun kerak bumi.
Penelitian sodium-ion masih tahap awal, namun sudah menunjukkan potensinya sebagai solusi yang murah/cost-effective untuk problem energy. Tahun lalu para peneliti mengkombinasikan sodium-ion dengan material lain yang jumlahnya juga berlimpah. Konsep baterai yang mereka ciptakan di sebut-sebut bisa dipakai untuk membuat baterai penyimpan listrik dalam ukuran raksasa di masa depan. Bahkan enam bulan lalu baterai sodium-ion ini sudah di uji coba pada sepeda listrik.
Prinsip kerja baterai masa depan ini mirip dengan Lithium-ion. Ion sodium berpindah tempat dari satu elektroda ke elektroda yang lain saat di isi ulang. Pada baterai sodium regular, saat ion sodium pindah, sesaat kemudian dia akan kembali ke tempat asalnya sehingga tidak bisa menyimpan listrik. Para ahli di Illinois berhasil mencegah hal itu.
Berikut cara kerja baterai dengan Sodium-ion. Seperti baterai lain, terminal positif dan negatif mengkoneksikan ke sumber listrik eksternal yang mengisi ulang baterai dengan listrik. Partikel-partikel padat pada sisi elektroda positif menyimpan ion positif dan elektron negatif yang terhubung di masing-masing terminal. Area yang kosong di masing-masing elektroda di penuhi air garam yang terdiri dari Klorium (-) dan Sodium (+). Diantara dua elektroda itu dipasang membrane selektif yang hanya mengijinkan ion negative berpindah ke elektroda positif, sementara ion positif dihambat.
Saat baterai di charge, ion Sodium dilepas dari partikel padat, ion Klorin yang bertumpuk di elektroda negative langsung memburunya, menyebrang membrane selektif. Ion sodium positif yang tertinggal di elektroda negative kemudian disimpan di partikel padat. Hasil dari proses ini, selain kemampuan menyimpan listrik, juga garam yang berpindah tempat dari sisi negative dan bertumpuk di sisi positif. Hasilnya, air laut menjadi tawar di sisi elektroda negative. Lihat cara kerjanya di link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=3QWoEOAlOzM
Menurut para ahli, dari model yang mereka siapkan, air tawar yang bisa dikumpulkan mencapai 80 persen. Kini mereka mencoba melakukan percobaan dengan menggunakan air laut di alat itu untuk mengetahui kinerjanya. Riset ini dipublikasikan lewat Journal of The Electrochemical Society
Saat ini cara umum untuk melakukan desalinasi (menghilangkan kandungan garam dari air laut) menggunakan proses yang disebut reverse osmosis, yaitu mengalirkan air lewat membrane khusus untuk memisahkan garam. Cara ini mahal dan membutuhkan banyak energi.