Akhir bulan ini Samsung meluncurkan Samsung Pay, yang akan menjadi rival sejati Apple Pay dan Android Pay. Kelebihan Samsung Pay adalah bisa beroperasi hampir dimana saja. Dia bisa bekerja dengan menyentuhkan pada perangkat Near Field Communication (NFC) readers, juga di magnetic stripe reader yang terbilang kuno. Bahkan jika tidak ada magnetic stripe reader, Samsung Pay bisa membuat barcode yang bisa discan.
Samsung Pay unggul dari Apple Pay dan Android Pay yang hanya bisa berkerja dengan teknologi NFC. Padahal, sampai saat ini penyebaran teknologi NFC masih terbatas tidak seluas magnetic card readers.
Ditambah lagi, Meskipun sudah menggungguli pesaing-pesaingnya, Samsung Pay tidak bebas dari kekurangan. Aplikasi ini tidak bisa dipakai jika pembayarannya harus cara memasukkan kartu ke alat readers. Selain itu, aplikasi ini hanya bisa dipakai di ponsel terbaru seperti Galaxy S6, S6 Edge, Edge+ dan Note 5. Karena otorisasi pembayaran dilakukan lewat fingerprint reader pada ponsel. Aplikasi ini bisa menyembunyikan nomor aktual kartu kredit.
Samsung Pay dan kawan-kawannya juga bisa dinikmati di Indonesia dalam waktu dekat. Tapi ada syaratnya. Layanan pembayaran menggunakan teknologi mobile ini membutuhkan ekosistem. Artinya didukung banyak pengguna dan penyedia jasa. Jika ekosistem itu belum terbentuk, manfaat maksimal dari layanan ini belum bisa dinikmati. Tentu saja untuk membangun komunitas perlu waktu dan melibatkan banyak pihak. Selain itu juga perlu edukasi kepada masyarakat mengenai layanan pembayaran mobil dan manfaatnya.
"Rintangan untuk layanan keuangan mobile, pelaku bisnis harus membangun ekosistem, kalau tidak ada, manfaat e-money masuk ke akun seluler kegunaannya untuk apa," kata Executive Director, Product Menegement, Transaction Banking Standard Chartered Bank Indonesia Richard Budiono kepada media beberapa waktu lalu. Namun dia optimistis ke depan dengan bertambahnya nasabah dan ekosistem penambahan yang cukup besar, transaksi dengan layanan mobile akan semakin besar.