Mobil bertenaga listrik digambarkan lebih ramah lingkungan dibandingkan mobil bensin/diesel. Tapi pernyataan itu tidak selalu benar. Lembaga riset Sanford C. Bernstein mempublikasikan laporan akih pekan ini yang menyebutkan mobil-mobil listrik di Hong Kong mengemisikan gas karbon dioksida 20 persen lebih banyak dibandingkan mobil konvensional.
Mengapa bisa demikian? Karena Hong Kong mengandalkan pasokan energy listriknya dari pembangkit listrik yang energinya dari pembakaran batubara. Sehingga jika dihitung sejak energy listrik dibangkitkan, maka emisi CO2 memang tinggi dibandingkan emisi CO2 mobil konvensional.
Berdasarkan temuan itu, Bernstein menyarankan agar Hong Kong lebih focus mengganti sumber energy untuk membangkitkan listrik sebelum mendorong warganya berpindah menggunakan mobil listrik.
“Mobil-mobil listrik hanya cocok untuk negara-negara dimana intensitas karbon pada pembangkitan energy listriknya rendah,” kata Neil Beveridge, analis Bernstein yang berbasis di Hong Kong kepada Bloomberg. “di Hong Kong, dan lebih luas lagi di China, mobil listrik terus meningkat, dan ada subsidi dari pemerintah,” tambahnya. Berdasarkan perhitungan Bernstein, di Tesla Model S yang dioperasikan di Hong Kong mengemisikan 4.4 metrik ton CO2 lebih banyak dibandingkan BMW 320i. Kalkulasi itu juga memasukkan polusi akibat produksi baterai dan proses pengeboran minyak, pengiriman dan pengilangan hingga jadi bahan bakar.
Saat ini separuh dari produksi listrik Hong Kong menggunakan bahan bakar batubara. Sementara gas alam yang lebih bersih menghasilkan 23 persen listrik. Pada 2020, produksi listrik dari gas alam diproyeksikan bisa naik menjadi 50 persen.