Facebook baru saja sukses menerbangkan pesawat tanpa awak bertenaga matahari selama hampir 1,5 jam. Selama penerbangan itu pesawat beroperasi dengan software autopilot.
Pesawat yang pertamakali ditampilkan didepan public Juli tahun lalu itu diberi nama Aquila. Bentang sayapnya 42 meter, lebih lebar dari Boeing 737. Diatas sayapnya dipasang solar cell untuk mengubah sinar matahari menjadi arus listrik.
Dibangun dari material ringan, bobot pesawat ini 30 persen berat mobil listrik, dimana separuhnya adalah berat baterai. Kombinasi solar cell, bobot ringan dan autopilot membuat pesawat ini bisa terbang melayang-layang ketinggian 60 ribu – 90 ribu kaki selama berbulan –bulan. Area ini diatas ketinggian jelajah pesawat jet komersial.
Pesawat ini dilengkapi dengan sistem yang mengeluarkan berkas sinar laser untuk menyediakan akses internet di kawasan-kawasan terpencil.
Aquila yang disiapkan selama dua tahun itu dirancang seringan mungkin sehingga tidak memiliki peralatan untuk take-off maupun mendarat. Metode yang dipakai seperti menaikkan layang-layang. Anak-anak akan berlari sambil melawan arah angin sambil membiarkan laying-layang dibelakangnya mengangkasa. Prinsip yang sama dilakukan para insinyur Aquila. Mereka menggunakan kereta beroda dimana pesawat tanpa awak itu ditempatkan. Kereta ini kemudian ditarik mobil dengan kecepatan tertentu sampai pesawat ini mulai terbang. Pada titik ini, pengikat pesawat secara otomatis dilepas dan pesawat mulai terbang dengan kendali autopilot.
Ketika Aquila terbang, tim didarat bisa mengobservasi bagaimana pesawat itu menghadapi tantangan didunia nyata. Tim sudah mengembangkan model computer untuk memprediksi tenaga yang diperlukan drone saat menghadapi beragam tantangan seperti perubahan aerodinamik, misalnya perubahan udara hangat dan bertekanan tinggi pada ketinggian rendah dengan udara dingin dan tekanan rendah di ketinggian jelajahnya. Menurut Facebook, pengujian lapangan itu menunjukkan climb rate dan konsumsi baterai selaras dengan prediksi menggunakan model komputer.
Saat penerbangan malam hari di 60.000 feet, drone perlu tenaga sebesar 5.000 Watt, yang dikumpulkan solar cell sepanjang siang hari. Namun di uji coba pertama ini, para ahli mangandalkan baterai karena lebih focus untuk menguji peforma drone.
Pada uji coba ini pesawat ini bergerak dengan kecepatan 40 km/jam, yang jauh lebih lamban dibandingkan pesawat dengan ukuran yang sama. Hal itu bisa dilakukan karena rasio bobot dengan luas permukaan. Saat terbang pertama, konsumsi listriknya 2000 Watt yang mengindikasikan efisiensi propeller, moto listrik dan hambat angin yang rendah, sesuai prediksi.